Pertobatan Bukan Hanya Sekedar Berhenti Berbuat Dosa

Ditulis Oleh: Josmin Simanjuntak

Ketika Kita Merasa Aman, Padahal Sedang Terhilang

Ada satu kondisi rohani yang sangat berbahaya, tetapi sering tidak disadari: merasa sudah bertobat, padahal belum pernah sungguh-sungguh datang kepada Tuhan. Bukan karena hidup masih penuh dosa yang mencolok, melainkan karena hidup tampak baik-baik saja. Tidak ada skandal. Tidak ada pelanggaran besar. Bahkan mungkin aktif dalam kegiatan rohani.

Namun justru di titik inilah banyak orang terjebak. Mereka merasa aman karena sudah berhenti dari dosa tertentu, padahal pertobatan sejati tidak pernah diukur dari apa yang kita tinggalkan, melainkan kepada siapa kita datang.

Yesus berkata dengan nada yang sangat menegur:

“Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.”
(Matius 15:8)

Ayat ini bukan ditujukan kepada orang yang tidak mengenal Tuhan, tetapi kepada mereka yang dekat secara agama, namun jauh secara relasi. Inilah yang membuat renungan ini perlu direnungkan dengan jujur dan tenang—bukan untuk menilai orang lain, tetapi untuk membiarkan firman menilai hati kita sendiri.

Pertobatan yang Dipersempit: Ketika Berhenti Berdosa Dianggap Sudah Cukup

Banyak orang memahami pertobatan secara sempit. Bagi mereka, bertobat berarti tidak lagi melakukan dosa yang dulu. Hidup mulai lebih teratur. Perilaku lebih terjaga. Ucapan lebih sopan. Secara lahiriah, memang ada perubahan.

Namun Alkitab tidak pernah mendefinisikan pertobatan hanya sebagai perubahan perilaku. Pertobatan bukan sekadar meninggalkan kebiasaan buruk, tetapi perubahan arah hidup secara total.

Yesus tidak berkata, “Perbaikilah hidupmu.”
Ia berkata:

“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”
(Lukas 9:23)

Menyangkal diri bukan berarti hanya mengurangi dosa, tetapi kehilangan hak untuk mengatur hidup sendiri. Inilah titik di mana banyak orang berhenti. Mereka mau berubah, tetapi tidak mau menyerah. Mau hidup bersih, tetapi tidak mau hidup tunduk.

Di sinilah pertobatan sering berubah menjadi reformasi diri, bukan penyerahan diri.

Takhta Hati: Masalah yang Lebih Dalam dari Dosa

Setiap manusia memiliki satu pusat kendali batin—takhta hati. Takhta ini tidak pernah kosong. Ia selalu diduduki oleh sesuatu atau seseorang.

Yesus berkata:

“Tidak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan.”
(Matius 6:24)

Masalah terbesar manusia bukan sekadar dosa yang dilakukan, tetapi siapa yang memerintah hidupnya. Banyak orang tidak lagi hidup dalam dosa yang kelihatan, tetapi tetap hidup menurut kehendak sendiri. Mereka berdoa, tetapi keputusan hidup ditentukan oleh ambisi pribadi. Mereka beribadah, tetapi arah hidup ditentukan oleh ego.

Dosa lain mungkin sudah ditinggalkan, tetapi takhta belum diserahkan. Dan selama takhta hati masih dikuasai diri sendiri, pertobatan sejati belum terjadi.

Dosa Berasal dari Hati, Bukan dari Perbuatan

Yesus menyingkap akar persoalan manusia dengan sangat jelas:

“Karena dari hati timbul segala pikiran jahat…”
(Matius 15:19)

Dosa bukan pertama-tama masalah tangan atau mulut, tetapi masalah hati. Apa yang terlihat di luar hanyalah buah. Akar sesungguhnya ada di dalam.

Inilah sebabnya seseorang bisa berhenti berbuat dosa secara lahiriah, tetapi tetap dikuasai dosa secara batiniah. Dosa tidak hilang—ia hanya berganti bentuk. Yang kasar menjadi halus. Yang terbuka menjadi tersembunyi. Yang memalukan menjadi “rohani”.

Yeremia menulis:

“Betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu.”
(Yeremia 17:9)

Hati manusia sangat pandai menipu. ia bisa merasa benar, padahal belum pernah benar-benar tunduk.

Pelajaran dari Orang Farisi: Saleh yang Tidak Bertobat

Orang Farisi adalah contoh paling jelas tentang kehidupan rohani tanpa pertobatan sejati. Mereka bukan orang sembarangan. Mereka disiplin, rajin, taat hukum, dan dihormati secara sosial.

Namun Yesus berkata:

“Kamu seumpama kuburan yang dilabur putih.”
(Matius 23:27)

Indah di luar, tetapi penuh kematian di dalam.

Mengapa Yesus begitu keras? Karena mereka berhenti berdosa secara lahiriah, tetapi tidak pernah membiarkan hati mereka diubahkan. Mereka taat hukum, tetapi menolak Tuhan. Mereka menjaga moral, tetapi mempertahankan kesombongan rohani.

Ini peringatan yang serius: kesalehan tidak sama dengan pertobatan.

Salib: Tempat Di Mana Pertobatan Dimulai

Tidak ada pertobatan sejati tanpa salib. Salib bukan simbol estetika rohani, melainkan tempat kematian.

Rasul Paulus berkata:

“Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup.”
(Galatia 2:20)

Salib tidak memperbaiki manusia lama. Salib mengakhirinya. Inilah yang sering ditolak manusia. Kita ingin Kristus masuk ke dalam hidup kita, tetapi tidak mau hidup kita mati.

Namun tanpa kematian manusia lama, tidak akan ada kehidupan baru. Pertobatan sejati selalu menyakitkan, karena ia menghancurkan keangkuhan dan menyerahkan kendali sepenuhnya kepada Kristus.

Banyak orang tahu cara bernyanyi dan menyembah, tetapi tidak tahu cara berserah. Tahu ayat, tetapi tidak mau diubah. Aktivitas rohani tidak pernah bisa menggantikan hati yang bertobat.

Kelahiran Baru: Bukan Tambahan, tetapi Keharusan

Yesus berkata dengan sangat tegas:

“Jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.”
(Yohanes 3:3)

Berhenti berdosa bukan kelahiran baru. Moralitas bisa dipelajari, tetapi kelahiran baru adalah karya Roh Kudus.

“Ia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya.”
(Titus 3:5)

Tanpa kelahiran baru, kekristenan hanya menjadi agama perilaku, bukan kehidupan ilahi

Renungan ini tidak dimaksudkan untuk menuduh, tetapi untuk membangunkan. Karena lebih baik disadarkan sekarang daripada tertipu sampai akhir.

Berhenti berbuat dosa itu penting.
Tetapi bertobat sejati adalah menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Kristus.

Pertanyaannya bukan lagi:
Dosa apa yang sudah saya tinggalkan?

Melainkan:
Siapa yang memerintah hidup saya hari ini?

“Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.”
(Markus 1:15)

Kiranya renungan ini membawa kita bukan hanya pada perubahan luar, tetapi pada penyerahan hati yang sejati di hadapan Tuhan.

SHALOM TUHAN YESUS MEMBERKATI

Previous Post