Tuhan Tidak Berkewajiban Menyembuhkanmu!
BELAS KASIHAN ADALAH ANUGERAH,
BUKAN HAK dan Tuhan tidak berkewajiban menyembuhkanmu!
Kata-kata ini terdengar tegas dan tidak populer di tengah semangat zaman yang mengajarkan bahwa kita dapat “mengklaim” segala sesuatu dari Tuhan, termasuk kesembuhan, kelimpahan, dan mukjizat. Namun, ada kebenaran penting yang sering dilupakan: Tuhan adalah Tuhan, dan manusia adalah ciptaan yang hidup dalam belas kasihan-Nya, bukan dalam hak atas-Nya.
Anugerah Bukan Kewajiban
Dalam Roma 9:15, Paulus menulis, “Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan.” Ayat ini tidak hanya menunjukkan kedaulatan Tuhan, tetapi juga menegaskan bahwa belas kasihan adalah pilihan Tuhan yang bebas dan tidak terikat oleh tuntutan manusia. Jika kita menganggap kesembuhan atau berkat adalah hak, maka kita sedang menempatkan diri kita lebih tinggi dari Tuhan.
Sebaliknya, iman sejati tidak menuntut, tetapi berserah. Kita datang kepada Tuhan bukan sebagai penuntut yang menagih, melainkan sebagai anak-anak yang memohon dan percaya bahwa Bapa tahu mana yang terbaik bagi kita, terbaik versi-Nya bukan versi kita.
Bahaya Iman yang Menuntut! Kekristenan modern sering terjebak dalam “teologi klaim,” seakan Tuhan adalah sumber kekuatan supernatural yang harus patuh pada deklarasi kita. Tetapi iman bukan tentang menundukkan Tuhan pada kehendak kita, melainkan tentang menundukkan diri kita pada kehendak-Nya.
Kita harus menyadari bahwa kesembuhan bukan ukuran utama iman. Ada orang yang tidak disembuhkan, tetapi tetap hidup dalam iman yang luar biasa. Ada pula yang disembuhkan, namun tidak pernah benar-benar mengenal Tuhan. Karena itu, tujuan iman bukan kesembuhan, tetapi mengenal dan hidup dalam kehendak-Nya.
Tuhan menyembuhkan? ya, Dia mampu melakukan itu dan Dia masih melakukannya sampai hari ini. Tetapi Dia menyembuhkan bukan karena kewajiban, melainkan karena belas kasihan dan kehendak-Nya yang suci. Tidak ada rumus iman yang bisa memaksa tangan Tuhan. Bahkan Rasul Paulus sendiri pernah memohon tiga kali agar duri dalam dagingnya disingkirkan, namun Tuhan menjawab, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu.” (2 Korintus 12:9)
Sikap yang benar bukanlah menuntut kesembuhan, tetapi datang dengan rendah hati dan berkata, “Tuhan, jika Engkau berkenan, Engkau dapat menyembuhkan aku.” Inilah yang diucapkan oleh seorang kusta dalam Matius 8:2, dan inilah doa yang menyenangkan hati Tuhan.
Ketika kita memahami bahwa setiap napas yang kita hirup adalah karena belas kasihan Tuhan, maka kita akan belajar bersyukur, percaya, dan hidup dengan hati yang tunduk kepada-Nya. Bahkan dalam penderitaan sekalipun, kita tetap bisa memuliakan Tuhan, karena belas kasihan-Nya selalu cukup.
Jangan menuntut belas kasihan Tuhan seolah-olah itu hak kita.
Penyembuhan adalah anugerah, bukan hak. Tuhan tidak tunduk pada deklarasi manusia, melainkan bertindak berdasarkan kehendak dan belas kasihan-Nya yang berdaulat. Ketika seseorang mengklaim hak atas penyembuhan, ia sedang menempatkan diri di atas Tuhan, bukan sebagai anak yang bergantung, melainkan sebagai penguasa yang menuntut.
Sikap ini bukanlah iman sejati, melainkan kesombongan rohani. Karena itu, marilah kita datang kepada Tuhan dengan hati yang rendah, penuh hormat, dan berserah—percaya bahwa jika Dia berkenan, Dia akan menyembuhkan. Dan jika tidak, kasih karunia-Nya tetap cukup bagi kita.
Tuhan tidak wajib menyembuhkanmu. Ia tidak terikat oleh desakan doamu, deklarasi imanmu, atau intensitas tangismu. Penyembuhan adalah hak Tuhan, bukan hakmu. Jika Dia menyembuhkan, itu karena belas kasihan-Nya; jika tidak, itu tetap bagian dari kasih dan rencana-Nya yang sempurna. Iman yang sejati tidak menuntut kesembuhan—iman sejati tunduk pada kehendak Allah, percaya bahwa kasih karunia-Nya cukup, sekalipun kesembuhan tidak datang.
SHALOM TUHAN YESUS MEMBERKATI