Ikut Yesus Bukan Untuk Mendapatkan Sesuatu Tetapi Melepaskan!
✍️ Ditulis oleh: Josmin Simanjuntak
Penulis di Jossimisi.com
Di zaman modern yang serba cepat dan serba transaksional, manusia terbiasa berpikir dalam kerangka untung–rugi. Hampir semua hubungan, aktivitas, bahkan iman, sering kali dilihat dari sisi manfaat apa yang bisa kita peroleh. Sayangnya, pola pikir seperti ini sering terbawa juga dalam kehidupan rohani. Tidak sedikit orang datang kepada Tuhan dengan harapan akan mendapatkan sesuatu: berkat materi, kesuksesan, jodoh yang baik, pemulihan keluarga, kesembuhan penyakit, bahkan popularitas dan nama besar.
Padahal, Injil Kristus justru memanggil kita kepada sesuatu yang jauh lebih dalam daripada sekadar “mendapatkan.” Panggilan itu adalah melepaskan.
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Lukas 9:23)
Ayat ini menjadi garis pemisah yang jelas antara keinginan manusia untuk selalu mengambil dan kehendak Tuhan yang justru menuntut kita untuk memberi, berkorban, dan menyerahkan hidup.
Penyangkalan Diri dan Salib: Panggilan yang Berat
Dalam ajaran Yesus, ada dua kata kunci yang sering diabaikan oleh banyak orang: penyangkalan diri dan salib. Kedua istilah ini bukanlah lambang kemudahan atau kenyamanan, melainkan simbol kehilangan dan pengorbanan.
Menyangkal diri berarti menolak keinginan ego yang bertentangan dengan kehendak Allah. Dunia mengajarkan kita untuk “ikuti kata hatimu,” tetapi Yesus mengajar “ikutilah Aku.” Sementara itu, memikul salib bukan sekadar menerima penderitaan hidup sehari-hari, tetapi bersedia menderita demi Kristus, demi kebenaran, dan demi Injil.
Inilah inti dari pemuridan sejati. Mengikut Yesus bukanlah soal apa yang bisa kita dapatkan, tetapi soal apa yang rela kita lepaskan demi Dia.
Teladan Paulus: Menganggap Rugi Segala Sesuatu
“…segala sesuatu kuanggap rugi karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari semuanya.” (Filipi 3:8)
Rasul Paulus menulis dengan sangat jelas. Ia memiliki pendidikan tinggi, status sosial yang mentereng, dan reputasi sebagai orang Farisi yang dihormati. Namun, setelah mengenal Kristus, semua itu dianggapnya tidak berharga dibandingkan hubungan pribadi dengan Tuhan.
Ini menegur kita semua. Apakah kita masih menganggap pekerjaan, harta, popularitas, atau rencana hidup kita lebih penting daripada Kristus? Atau beranikah kita berkata seperti Paulus: semua itu hanyalah sampah dibandingkan mengenal Dia?
Bahaya “Menggunakan” Tuhan
Sering kali kita menjadikan Tuhan sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Kita berdoa hanya untuk diberkati, beribadah agar hidup lancar, melayani supaya dilimpahi rezeki. Pola pikir seperti ini menempatkan Tuhan sebagai “alat”, bukan tujuan.
“Sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.” (Yohanes 6:26)
Yesus menegur cara berpikir ini. Tuhan ingin dicari karena Pribadi-Nya, bukan hanya karena pemberian-Nya. Ketika iman hanya menjadi alat untuk memperoleh keuntungan, ia kehilangan kualitas hubungan sejati—hubungan yang berdasar pada kasih dan pengenalan, bukan transaksi.
Tuhan Bukan Jalan Menuju Berkat — Ia Sendirilah Berkat Itu
Banyak orang berpikir mengikut Kristus adalah cara tercepat menuju hidup nyaman. Tetapi Alkitab mengajarkan hal berbeda: Yesus tidak pernah menjanjikan kenyamanan duniawi, melainkan kehidupan yang sejati di dalam Dia.
Yesus adalah tujuan akhir kita. Ia bukan sarana menuju sesuatu yang lebih besar—karena tidak ada yang lebih besar daripada Kristus sendiri. Tuhan bukanlah jembatan menuju harta; Ia adalah harta itu sendiri.
Harga Mengikut Kristus
“Setiap orang yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Lukas 14:33)
Mengikut Kristus berarti bersedia kehilangan:
- Kehilangan kendali atas hidup sendiri demi ketaatan pada pimpinan Roh Kudus.
- Kehilangan ambisi pribadi demi misi Kerajaan Allah.
- Kehilangan pengakuan dunia demi perkenanan Tuhan.
Bagi dunia, ini terdengar konyol. Tetapi bagi orang percaya, dalam kehilangan dunia, kita justru menemukan harta sejati: Kristus sendiri.
Ilustrasi Kehidupan Sehari-hari
Bayangkan seorang anak kecil yang terus memegang mainan murahan dari plastik. Sang ayah datang dengan hadiah yang jauh lebih berharga—sebuah mainan baru yang indah. Tetapi anak itu menolak karena enggan melepaskan mainan lamanya.
Begitulah kita di hadapan Tuhan. Kita sering enggan melepaskan “mainan” duniawi—ego, harta, reputasi—padahal Tuhan ingin memberikan sesuatu yang jauh lebih mulia: diri-Nya sendiri.
Pemuridan Sejati: Dari “Aku” ke “Engkau”
Pemuridan sejati memindahkan pusat hidup dari “apa yang aku inginkan” kepada “apa yang Engkau kehendaki, ya Tuhan.” Ketika pusat bergeser, banyak hal praktis dalam hidup berubah:
- Jika dulu kita berdoa demi keinginan pribadi, kini kita berdoa supaya kehendak Tuhan jadi.
- Jika dulu kita melayani demi pengakuan, kini kita melayani karena kasih kepada Kristus dan sesama.
- Jika dulu kita mencari berkat, kini kita sadar bahwa Kristus sendirilah berkat terbesar.
Renungan Pribadi
Mari kita bertanya jujur pada hati masing-masing:
- Apakah kita tetap mencintai Tuhan ketika doa-doa tidak dijawab sesuai harapan?
- Apakah kita tetap setia mempercayai Dia ketika berkat duniawi tidak kunjung datang?
- Apakah kita rela kehilangan demi menemukan Kristus sebagai harta sejati?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi cermin iman kita. Mengikut Kristus bukanlah soal seberapa banyak kita mendapat, tetapi seberapa banyak kita rela menyerahkan.
Penutup
Mengikut Kristus dengan setia membawa kita ke tempat paling aman—bukan karena keadaan selalu sesuai harapan, tetapi karena bersama Dia segalanya menjadi indah menurut versi-Nya.
“Sebab barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.” (Lukas 9:24)
Tuhan bukan alat untuk mencapai tujuan hidup kita. Tuhanlah tujuan itu sendiri. Dialah awal dan akhir, Alfa dan Omega, sumber sekaligus tujuan hidup kita. Mari kita hidup bukan sebagai “pengguna Tuhan,” tetapi sebagai murid sejati yang menyerahkan segalanya kepada-Nya.
Shalom, Tuhan Yesus Memberkati 🙏