Sudahkah Kamu Serius Mencintai Tuhan?
Di tengah kesibukan dan tekanan hidup zaman ini, banyak orang datang kepada Tuhan dengan daftar panjang permintaan: kesembuhan, kestabilan keuangan, kemudahan pekerjaan, pasangan hidup, atau promosi jabatan. Tuhan sering diposisikan sebagai penyedia kebutuhan, bukan sebagai Pribadi yang layak disembah.
Namun, pertanyaan pentingnya adalah: berapa banyak dari kita yang sungguh-sungguh kembali kepada Tuhan setelah doa kita dijawab?
Berapa banyak yang datang kepada-Nya bukan hanya untuk meminta, tetapi untuk bersyukur dan menyembah?
Pertanyaan ini menguji kualitas iman kita: apakah relasi kita dengan Tuhan bersifat transaksional—hanya mencari berkat—atau relasional, yakni berdasarkan kasih dan ketaatan? Jika kita hanya mendekat saat membutuhkan, lalu pergi setelah menerima, maka hubungan kita dengan Tuhan belum bertumbuh secara dewasa, belum teruji.
Kisah sepuluh orang kusta dalam Lukas 17:11–19 memberikan cerminan tajam terhadap kondisi rohani manusia masa kini. Ini bukan sekadar kisah kuno—ini adalah realitas spiritual yang masih terjadi di dalam gereja dan kehidupan Kristen masa kini.
Yesus, dalam perjalanan ke Yerusalem, bertemu sepuluh orang kusta yang memohon belas kasihan. Dalam budaya Yahudi, penderita kusta dikucilkan secara sosial dan religius (Imamat 13:45–46). Maka ketika Yesus berkata, “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam,” (Luk. 17:14), itu adalah langkah iman dan juga pemulihan status sosial. Namun hanya satu orang kembali kepada Yesus setelah sembuh—dan ia adalah seorang Samaria orang asing secara teologis dan kultural bagi bangsa Israel.
Yesus bertanya,
"Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?" (Luk. 17:17).
Pertanyaan ini menyingkapkan betapa banyak orang hanya mengejar berkat, tetapi tidak mengejar Pribadi yang memberkati.
Sembilan orang yang tidak kembali kemungkinan besar adalah orang Yahudi, yang secara tradisi memang diminta untuk mematuhi hukum Musa. Tetapi mereka berhenti di ritual, tidak sampai pada relasi.
Ini adalah peringatan Yesus bahwa status lahiriah dan pengakuan mulut tidak menjamin keselamatan—yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan dan hubungan pribadi.
Banyak orang merasa “sudah Kristen” karena dibaptis, aktif di gereja, atau terlibat dalam pelayanan. Namun pertanyaannya: apakah hidup kita benar-benar tunduk kepada Kristus? Apakah kita mengasihi Dia, atau sekadar memanfaatkan-Nya?
Kesembilan lainnya mengalami mujizat fisik, mengalami kesembuhan, tetapi tidak mengalami transformasi rohani, tidak mengalami perubahan hidup. Mereka pergi dengan tubuh tahir, namun hati yang tetap jauh dari Tuhan.
Bersyukur bukan hanya soal ucapan, tetapi sikap hidup. Apakah kita tetap setia saat sudah diberkati? Atau kita hanya “mencari Tuhan” ketika dalam kesusahan, dan melupakannya ketika hidup membaik?
Iman sejati tidak selalu datang dari mereka yang menyebut diri sebagai pelayan Tuhan, Justru terkadang, dari mereka yang dianggap “luar” atau “tidak selevel secara status di dalam Gereja, kita melihat ketulusan yang murni—syukur yang dalam, dan penyembahan yang sungguh. Tuhan tidak membatasi kasih dan penerimaan-Nya hanya pada mereka yang AKTIF PELAYANAN DI DALAM GEREJA tetapi kepada siapa saja yang datang dengan keseriusan hati.
- Jangan menjadi seperti yang sembilan, sembuh tetapi tidak selamat.
Jadilah seperti yang satu—yang tidak hanya disembuhkan, tetapi diselamatkan karena kembali dalam penyembahan dan ketaatan.
Mari kita kembali, sujud, dan bersyukur—bukan hanya karena kita diberkati, tetapi karena Dia layak disembah.
"Hanya sedikit yang benar-benar serius mencari Yesus. Mayoritas hanya datang karena kebutuhan, bukan karena kerinduan. Yang kembali kepada-Nya bukan yang paling diberkati, tetapi yang paling menyadari siapa yang memberkati."
SHALOM TUHAN YESUS MEMBERKATI